Dan
akan selamanya menjadi mendung
Kubaca berulangkali pesan dinding
yang sejak dua hari yang lalu muncul di kronologi akun facebook-ku. Aku
berharap menemukan arti larik bermajas itu. Siapa sebenarnya dirimu? Mengapa
kau selalu mengirimkan teka-teki kepadaku?
”Ah, sudahlah!” gumamku tak mau
ambil pusing. Kumatikan laptop dan kurebahkan
tubuhku di kasur. Hujan yang sejak tadi sore jatuh, belum reda. Malam yang
dingin, dan aku pun terlelap dalam buaian irama hujan.
Jalanan yang masih basah mengantarkanku dan angkutan
merah jambu yang aku naiki menuju sekolah. Aku menatap jok depan angkutan ini.
Masih sama sejak satu tahun yang lalu. Tidak ada dirinya.
”Pagi, Keni! Pasti semalam wayangan
belajar Kimia. Lihat matamu!”
”Ihh, sok tahu, kamu. Ini ulah
Chemie.”
”Dia lagi? Kamu mulai tertarik?
Lalu, bagaimana dengan Indra, cowok angkutan pink kamu?”
”Sssttt, jangan keras-keras!
Sebentar lagi dia datang. Aku tidak...,”
Sedetik kemudian aku baru sadar
kalau Indra sudah di depan pintu. Jantungku sampai mau meloncat. Bagaimana ini?
Aku bisa pingsan karena malu jika dia mendengarnya. Aku menarik napas. Tidak
ada yang terjadi. Aku bisa bernapas lega.
”Pagi, Rum!” sapa Indra memecah
kebekuan di antara kami.
”Pagi. Kehujanan?” tanya Arum.
”Iya. Tetapi inilah saat yang
selalu aku tunggu. Hujan,” jawab Indra.
”Hah?”
”Bisa main air.”
Konyol. Mereka berdua melupakan
keberadaanku. Aku tercenung. Tak bisakah mengucapkan hai padaku bila bertemu?
Jika masih terlalu sulit, apakah sekadar tersenyum masih berat untukmu?
Entah mengapa aku tidak bisa
konsentrasi hari ini. Pelajaran Kimia yang selalu aku nanti pun kini rasanya
membosankan. Aku menatap ke luar jendela. Aku berpikir keras tentang mendung. Selamanya menjadi mendung? Apa maksudnya? Mendung yang telah menumpahkan hujan, bantu aku!
Deg! Hujan, mendung, semua berputar
di otakku. Mungkinkah itu? Chemie, apakah itu benar dirimu? Dirimu yang tahu
segala sesuatu yang aku sukai? Seharusnya aku sudah tahu sejak awal. Namamu,
kau pilih nama itu karena kau tahu aku sangat menyukai Kimia, kan?
Aku
sudah tahu apa maksud teka-teki itu.
Temui
aku di tempat favoritku, di jam yang sama hanya jika hujan. J
Kuakhiri pesan dindingku untuk
Chemie dengan emoticon smile. Besok
aku akan bertemu dengannya di tempat favoritku. Ya, hanya jika hujan karena aku
ingat betul bagaimana malunya aku waktu
itu.
***
Gerimis tak meredupkan semangatku
pagi ini. Malahan sebaliknya, inilah yang sudah aku tunggu sejak seminggu yang
lalu. Kurasa awan di langit sedang menguji kesabaranku. Aku berdiri di bawah
gardu bertuliskan ”Denokan”. Itu dia, angkutan merah jambu yang sejak sepuluh
menit yang lalu kutunggu. Sepuluh menit terlama dalam hidupku.
Inilah waktunya melaksanakan ritual
pagi: menatap jok depan. Aku tersenyum melihat siapa yang ada di sana.
”Jika tahun lalu aku menjadi hujan,
maka sekarang waktunya kau menjadi hujan,” kataku.
”Jika aku ingin tetap menjadi
mendung?”
Aku diam sejenak.
Aku diam sejenak.
”Aku hanya bercanda. Aku lelah
menjadi mendung yang tidak bisa mencurahkan isi hatinya,” lanjutnya sembari
tersenyum.
Dinginnya hujan pagi ini terhapus
oleh kehangatan senyummu. Ah, kau bagaikan histeria.