Rabu, 13 Februari 2013

Hujan di Angkutan Merah Jambu --Buletin Perdu edisi Desember 2012

Aku adalah mendung
Dan akan selamanya menjadi mendung

Kubaca berulangkali pesan dinding yang sejak dua hari yang lalu muncul di kronologi akun facebook-ku. Aku berharap menemukan arti larik bermajas itu. Siapa sebenarnya dirimu? Mengapa kau selalu mengirimkan teka-teki kepadaku?

”Ah, sudahlah!” gumamku tak mau ambil pusing. Kumatikan laptop dan kurebahkan tubuhku di kasur. Hujan yang sejak tadi sore jatuh, belum reda. Malam yang dingin, dan aku pun terlelap dalam buaian irama hujan.

Jalanan  yang masih basah mengantarkanku dan angkutan merah jambu yang aku naiki menuju sekolah. Aku menatap jok depan angkutan ini. Masih sama sejak satu tahun yang lalu. Tidak ada dirinya.

”Pagi, Keni! Pasti semalam wayangan belajar Kimia. Lihat matamu!”

”Ihh, sok tahu, kamu. Ini ulah Chemie.”

”Dia lagi? Kamu mulai tertarik? Lalu, bagaimana dengan Indra, cowok angkutan pink kamu?”

”Sssttt, jangan keras-keras! Sebentar lagi dia datang. Aku tidak...,”

Sedetik kemudian aku baru sadar kalau Indra sudah di depan pintu. Jantungku sampai mau meloncat. Bagaimana ini? Aku bisa pingsan karena malu jika dia mendengarnya. Aku menarik napas. Tidak ada yang terjadi. Aku bisa bernapas lega.

”Pagi, Rum!” sapa Indra memecah kebekuan di antara kami.

”Pagi. Kehujanan?” tanya Arum.

”Iya. Tetapi inilah saat yang selalu aku tunggu. Hujan,” jawab Indra.

”Hah?”

”Bisa main air.”

Konyol. Mereka berdua melupakan keberadaanku. Aku tercenung. Tak bisakah mengucapkan hai padaku bila bertemu? Jika masih terlalu sulit, apakah sekadar tersenyum masih berat untukmu?

Entah mengapa aku tidak bisa konsentrasi hari ini. Pelajaran Kimia yang selalu aku nanti pun kini rasanya membosankan. Aku menatap ke luar jendela. Aku berpikir keras tentang mendung. Selamanya menjadi mendung? Apa maksudnya? Mendung yang telah menumpahkan hujan, bantu aku!

Deg! Hujan, mendung, semua berputar di otakku. Mungkinkah itu? Chemie, apakah itu benar dirimu? Dirimu yang tahu segala sesuatu yang aku sukai? Seharusnya aku sudah tahu sejak awal. Namamu, kau pilih nama itu karena kau tahu aku sangat menyukai Kimia, kan?

Aku sudah tahu apa maksud teka-teki itu.
Temui aku di tempat favoritku, di jam yang sama hanya jika hujan. J

Kuakhiri pesan dindingku untuk Chemie dengan emoticon smile. Besok aku akan bertemu dengannya di tempat favoritku. Ya, hanya jika hujan karena aku ingat betul bagaimana malunya  aku waktu itu.

***
Gerimis tak meredupkan semangatku pagi ini. Malahan sebaliknya, inilah yang sudah aku tunggu sejak seminggu yang lalu. Kurasa awan di langit sedang menguji kesabaranku. Aku berdiri di bawah gardu bertuliskan ”Denokan”. Itu dia, angkutan merah jambu yang sejak sepuluh menit yang lalu kutunggu. Sepuluh menit terlama dalam hidupku.

Inilah waktunya melaksanakan ritual pagi: menatap jok depan. Aku tersenyum melihat siapa yang ada di sana.
”Jika tahun lalu aku menjadi hujan, maka sekarang waktunya kau menjadi hujan,” kataku.

”Jika aku ingin tetap menjadi mendung?” 

Aku diam sejenak.

”Aku hanya bercanda. Aku lelah menjadi mendung yang tidak bisa mencurahkan isi hatinya,” lanjutnya sembari tersenyum.

Dinginnya hujan pagi ini terhapus oleh kehangatan senyummu. Ah, kau bagaikan histeria.


***