Selasa, 01 April 2014

Jangan Bunuh Dia!

Bosan. Ia sudah bosan dengan segala kondisi yang mengitari detik demi detik bentangan jarak yang hadir antara dia dengan sosok wanita yang kini ada di sampingnya. Jarak yang perlahan namun pasti mengikis asa, tetapi tidak pada asmara. Mungkin semua asa kini sudah terbang bersama debu. Melaju bersama mobil yang ia kendarai  menuju jalan kecil di sudut Kota Muntilan, ataukah hilang tanpa jejak? Ia juga masih belum tahu.

”Kau benar-benar ingin bersamanya, Est?” 

”Lepaskan aku. Mungkin itu akan membuatmu lebih baik,” tergagap wanita itu menjawab pertanyaan sang lelaki. 

”Itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku.” 

Pembicaraan itu terhenti. Entah apa yang ada di pikiran sang wanita kini. Ketakutan ataukah lebih kepada iba? Yang jelas rasa yang dulu pernah ada di dalam dirinya untuk laki-laki itu kini sudah musnah.  

”Kita mau kemana?” tanya Ester. 

”Kita mau…” 

Ucapannya terhenti. Menimbang segala konsekuensi yang akan terjadi apabila ia benar-benar melakukan hal nekad kepada mantan kekasihnya itu. 

Jangan bunuh dia! Bukankah ia orang yang kau cinta? Nuraninya berbicara. 

Jangan! Bunuh dia! Naluri mengambil alih jiwanya. Untuk apa kau membiarkan wanita itu hidup? 

Hanya untuk menghabiskan separuh hidupmu dengan melihat dia bahagia bersama orang lain? Dan kau? Kau hanya akan perlahan mati bersama rasa sakit yang kau ciptakan sendiri. 

Jangan bunuh dia! Mungkin kau akan bahagia jika melihatnya bahagia meskipun itu bukan karenamu.

Nurani kini lebih kuat. Sesaat ia menghela napas. Dan kini ia telah memutuskan. 

”Aku hanya ingin makan malam denganmu. Sekadar memberi ucapan selamat untuk rencana pernikahanmu.”