Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Iya, aku dan kamu misalnya.
Jadi tiba-tiba inget Mama Dien
pernah bilang. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan
tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Jaraaangg banget,
satu banding sekian mungkin.
Aku dan kamu memang sudah kenal
dari dulu, tapi aku ngrasa cuma aku yang punya rasa lebih (kayak yang udah aku
sebutin di atas). Entah kamunya yang gak peka, atau sebenernya peka tapi gak
suka. Hm, dan aku kok yakin banget posisiku ada di opsi kedua. Iya gak?
Meskipun kayak gitu, bukan berarti kamu menghindar. Aku dan kamu masih sering
kontak. Meskipun cuma sesekali. Atau… seminggu kamu ada, ngobrol ngalor ngidul
sampe tengah malam bahkan telepon berjam-jam, tetapi seminggu berikutnya kamu
ngilang. Entah, giliranku yang sudah habis karena seminggu berikutnya jadwal kamu
sama yang lain atau bagaimana. Yang jelas kamu tuh kayak gitu. Dan aku kok ya
tetep fine-fine aja bakalan mau dihubungi di seminggu yang keberapa entah.
Kita emang gak pernah ngobrolin
hal yang spesifik. Aku tau kamu, cuma sekadar tau. Berusaha ngasih pendapat
yang masuk akal tiap denger ceritamu. Kadang malah terkesan mendukung kamu saat
kamu deket sama cewek lain. Naïf memang. Alih-alih bilang, plis jangan ngomongin dia di depan aku, aku malah pengen tau sejauh
mana hubunganmu dengan gebetanmu itu. Ya kali aja kamu ditolak, kan aku
masih ada kesempatan.
Iya, semuanya berawal dari
curhat. Karena curhat-curhatmu itulah yang bikin aku tau sifatmu secara garis
besar. Dan aku menyukainya, menyukai apa pun yang kamu ceritakan, menyukai apa
pun yang kamu lakukan, dan tetap menyukaimu tentunya. Lama-lama kita terbiasa
untuk menghabiskan malam dalam obrolan-obrolan yang lebih spesifik. Tapi sayang
sekali, semuanya masih tentang kamu. Bukannya kamu tak pernah menanyakan
tentangku, tetapi aku yang terlalu takut menceritakan tentang aku. Siapa aku,
dan rasa apa yang sudah bertahun-tahun aku sembunyikan darimu—hingga aku bisa
dengan senang hati tetap mendengarkanmu cerita tentang gebetan atau mantan
pacarmu. Iya, jujur gak ada yang murni karena aku peduli sebagai sahabat. Aku
lebih memilih buat tau apa pun tentangmu meskipun itu bukan topik yang aku
sukai daripada kehilangan kontak denganmu. Seenggaknya aku masih bisa
senyum-senyum sendiri karena chatmu memenuhi hp-ku (tanpa memedulikan topik miris
yang sedang kita bahas tentunya).
Singkat cerita, aku dan kamu
akhirnya memutuskan menjadi kita. Aku akhirnya mengutarakan semuanya padamu. Sekarang
atau tidak sama sekali, pikirku. Serasa mimpi malam itu. Tetapi jika boleh
jujur 49% aku yakin hal ini akan terjadi. Yang 51% ke mana? Ke gebetanmu
tentunya. Mungkin aku sudah gila ketika mengatakan semua ini. Tetapi yah, itu
angka terbesar yang aku miliki. Gebetanmu itu nyaris sempurna di mataku. Yang
aku tau, lebihku cuma satu. Jika boleh menyombongkannya, aku punya sesuatu yang
disebut-sebut oleh teman dekatku adalah sesuatu yang mahal. Setia. Cuma itu,
titik. Tak ada yang lain. Tak ada embel-embel cantik fisik, cantik hati, atau
pun dari keluarga terpandang.
Aku dan kamu memulai sesuatu yang
baru, sebagai kita. Jujur, ini pertama kalinya aku dalam hubungan seperti ini.
Aku canggung, merasa aneh, posesif mungkin, dan rasa-rasa lainnya. Mungkin kamu
merasa tidak nyaman. Yah, aku tau. Tetapi aku juga tidak tau apa yang harus aku
lakukan. Entah aku saja yang merasa demikian atau memang semuanya sudah
terjadi: kamu tidak seperti dulu. Aku mulai sering mencarimu tiap malam. Rasanya
dulu tak seperti itu. Kamulah yang sering memulai percakapan denganku. Entah hanya
dengan menyebutkan namaku dalam chat-mu, atau tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar.
Aku merasa ada yang tidak benar dengan semua ini, namun juga aku tidak
mengatakan hal ini adalah sesuatu yang salah. Hanya berubah. Mungkin aku saja
yang berlebihan.
Oh ya, suatu ketika aku
mendapatimu chattingan dengan cewek
yang dulu sering kamu ceritakan padaku. Saat chat itu berlangsung, aku tau
hubungan kita sedang sedikit renggang. Seminggu itu, kita jarang ngobrol. Aku tak
sibuk, sungguh. Justru aku takut kamu lah yang sibuk, jadi aku tak mau
mengganggumu. Ada yang berbeda dengan topik yang kalian bicarakan. Mengapa ketika
membacanya, aku merasa ada sesuatu yang salah? Kamu seperti sedang berbicara
dengan aku yang dulu. Aku yang selalu mendengar semua curhatmu. Aku yang masih
menyembunyikan perasaanku padamu. Aku yang berusaha agar obrolan kita tetap
berlangsung. Aku yang gak peduli meskipun kamu sudah punya gebetan. Aku yang…
ah! Dia menyukaimu, kesimpulanku. Entah hanya sebersit entah memang dia sangat menyukaimu
(seperti aku dulu). Tetapi kamu menyanggah ketika aku mengatakan kesimpulanku
itu padamu. Mana mungkin? Aku peka. Aku bisa membedakan. Aku pernah ada dalam
posisi itu. Tetapi aku juga tidak berani mengatakan kesimpulanku itu benar seluruhnya.
Yes. I’m JEALOUS. Why? Because she’s beautiful, and I’m well… me.
Maaf mengatakannya padamu, tapi
harus aku bilang sekali lagi. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa
murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Dia
sekarang sedang berada di posisi yang sama dengan posisiku dulu. Bukankah semuanya
rasional? Masuk akal? Sering aku berpikir, misalkan tiba-tiba dia bilang kalau
dia menyukaimu, mungkin kamu juga berpikir untuk menerima dia. Iya, dia punya
semua yang gak aku punyai. Dia lebih lebih lebih segalanya. Dan aku, cuma aku.
Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Tapi aku tak ingin hal yang sama terjadi pada kamu dan dia.
Saat aku menulis ini, aku harap
semua pikiranku tentang kalian itu salah.
Maguwoharjo, 29 September 2015
No editing.