Selasa, 29 September 2015

...And I’m Well, Me



Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Iya, aku dan kamu misalnya.
 
Jadi tiba-tiba inget Mama Dien pernah bilang. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Jaraaangg banget, satu banding sekian mungkin. 

Aku dan kamu memang sudah kenal dari dulu, tapi aku ngrasa cuma aku yang punya rasa lebih (kayak yang udah aku sebutin di atas). Entah kamunya yang gak peka, atau sebenernya peka tapi gak suka. Hm, dan aku kok yakin banget posisiku ada di opsi kedua. Iya gak? Meskipun kayak gitu, bukan berarti kamu menghindar. Aku dan kamu masih sering kontak. Meskipun cuma sesekali. Atau… seminggu kamu ada, ngobrol ngalor ngidul sampe tengah malam bahkan telepon berjam-jam, tetapi seminggu berikutnya kamu ngilang. Entah, giliranku yang sudah habis karena seminggu berikutnya jadwal kamu sama yang lain atau bagaimana. Yang jelas kamu tuh kayak gitu. Dan aku kok ya tetep fine-fine aja bakalan mau dihubungi di seminggu yang keberapa entah.

Kita emang gak pernah ngobrolin hal yang spesifik. Aku tau kamu, cuma sekadar tau. Berusaha ngasih pendapat yang masuk akal tiap denger ceritamu. Kadang malah terkesan mendukung kamu saat kamu deket sama cewek lain. Naïf memang. Alih-alih bilang, plis jangan ngomongin dia di depan aku, aku malah pengen tau sejauh mana hubunganmu dengan gebetanmu itu. Ya kali aja kamu ditolak, kan aku masih ada kesempatan.

Iya, semuanya berawal dari curhat. Karena curhat-curhatmu itulah yang bikin aku tau sifatmu secara garis besar. Dan aku menyukainya, menyukai apa pun yang kamu ceritakan, menyukai apa pun yang kamu lakukan, dan tetap menyukaimu tentunya. Lama-lama kita terbiasa untuk menghabiskan malam dalam obrolan-obrolan yang lebih spesifik. Tapi sayang sekali, semuanya masih tentang kamu. Bukannya kamu tak pernah menanyakan tentangku, tetapi aku yang terlalu takut menceritakan tentang aku. Siapa aku, dan rasa apa yang sudah bertahun-tahun aku sembunyikan darimu—hingga aku bisa dengan senang hati tetap mendengarkanmu cerita tentang gebetan atau mantan pacarmu. Iya, jujur gak ada yang murni karena aku peduli sebagai sahabat. Aku lebih memilih buat tau apa pun tentangmu meskipun itu bukan topik yang aku sukai daripada kehilangan kontak denganmu. Seenggaknya aku masih bisa senyum-senyum sendiri karena chatmu memenuhi hp-ku (tanpa memedulikan topik miris yang sedang kita bahas tentunya).

Singkat cerita, aku dan kamu akhirnya memutuskan menjadi kita. Aku akhirnya mengutarakan semuanya padamu. Sekarang atau tidak sama sekali, pikirku. Serasa mimpi malam itu. Tetapi jika boleh jujur 49% aku yakin hal ini akan terjadi. Yang 51% ke mana? Ke gebetanmu tentunya. Mungkin aku sudah gila ketika mengatakan semua ini. Tetapi yah, itu angka terbesar yang aku miliki. Gebetanmu itu nyaris sempurna di mataku. Yang aku tau, lebihku cuma satu. Jika boleh menyombongkannya, aku punya sesuatu yang disebut-sebut oleh teman dekatku adalah sesuatu yang mahal. Setia. Cuma itu, titik. Tak ada yang lain. Tak ada embel-embel cantik fisik, cantik hati, atau pun dari keluarga terpandang.  

Aku dan kamu memulai sesuatu yang baru, sebagai kita. Jujur, ini pertama kalinya aku dalam hubungan seperti ini. Aku canggung, merasa aneh, posesif mungkin, dan rasa-rasa lainnya. Mungkin kamu merasa tidak nyaman. Yah, aku tau. Tetapi aku juga tidak tau apa yang harus aku lakukan. Entah aku saja yang merasa demikian atau memang semuanya sudah terjadi: kamu tidak seperti dulu. Aku mulai sering mencarimu tiap malam. Rasanya dulu tak seperti itu. Kamulah yang sering memulai percakapan denganku. Entah hanya dengan menyebutkan namaku dalam chat-mu, atau tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar. Aku merasa ada yang tidak benar dengan semua ini, namun juga aku tidak mengatakan hal ini adalah sesuatu yang salah. Hanya berubah. Mungkin aku saja yang berlebihan.

Oh ya, suatu ketika aku mendapatimu chattingan dengan cewek yang dulu sering kamu ceritakan padaku. Saat chat itu berlangsung, aku tau hubungan kita sedang sedikit renggang. Seminggu itu, kita jarang ngobrol. Aku tak sibuk, sungguh. Justru aku takut kamu lah yang sibuk, jadi aku tak mau mengganggumu. Ada yang berbeda dengan topik yang kalian bicarakan. Mengapa ketika membacanya, aku merasa ada sesuatu yang salah? Kamu seperti sedang berbicara dengan aku yang dulu. Aku yang selalu mendengar semua curhatmu. Aku yang masih menyembunyikan perasaanku padamu. Aku yang berusaha agar obrolan kita tetap berlangsung. Aku yang gak peduli meskipun kamu sudah punya gebetan. Aku yang… ah! Dia menyukaimu, kesimpulanku. Entah hanya sebersit entah memang dia sangat menyukaimu (seperti aku dulu). Tetapi kamu menyanggah ketika aku mengatakan kesimpulanku itu padamu. Mana mungkin? Aku peka. Aku bisa membedakan. Aku pernah ada dalam posisi itu. Tetapi aku juga tidak berani mengatakan kesimpulanku itu benar seluruhnya.

Yes. I’m JEALOUS. Why? Because she’s beautiful, and I’m well… me.

Maaf mengatakannya padamu, tapi harus aku bilang sekali lagi. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Dia sekarang sedang berada di posisi yang sama dengan posisiku dulu. Bukankah semuanya rasional? Masuk akal? Sering aku berpikir, misalkan tiba-tiba dia bilang kalau dia menyukaimu, mungkin kamu juga berpikir untuk menerima dia. Iya, dia punya semua yang gak aku punyai. Dia lebih lebih lebih segalanya. Dan aku, cuma aku.

Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Tapi aku tak ingin hal yang sama terjadi pada kamu dan dia.

Saat aku menulis ini, aku harap semua pikiranku tentang kalian itu salah.

Maguwoharjo, 29 September 2015
No editing.