Sabtu, 14 Juni 2014

Amarah

Diam, semua kupendam
Geram, semua kuperam
Aku lelah, jengah
Benci, ingin mencaci
Ingin, tapi tak mungkin
Kau… Mati saja!
Sumber: http://www.google.com
Kalasan, 14 Juni 2014
16:57 WIB

Jumat, 13 Juni 2014

Salah

Kau bodoh! 
Apa?
Kenapa kau pilih tempat itu? 
Apa?
Bukankah harusnya kau tahu? 
Apa?
Sungguh kau tak tahu malu! 
Maaf.
Bahkan seribu kata maaf pun tak cukup. 
Aku akan berimu 1001. 
Lihat, bahkan kau menjanjikan kesalahan lagi.



Ruang Kelas J, 13 Juni 2014
12:43 WIB






Rabu, 11 Juni 2014

No No No No, Tunggu Dulu

Hai, boleh kenalan?

Apa reaksi kalian jika tiba-tiba ada seorang cowok yang baru saja meng-add tapi sudah berani-beraninya mengirimkan pesan seperti itu? Kalau aku nih ya, pertama aku diemin. Tapi kalau dia terus menginbox seperti itu, maka langsung aku unfriend. Huahaha…  #tertawajahat

Tapi kali ini, sebentar… Bukan seorang cowok yang mengirimiku pesan seperti itu. Tapi seorang ibu-ibu paruh baya. Wow! Oke, gak ada salahnya buat balas. Tentu saja dengan nada yang sopan.

Beberapa menit kemudian, percakapan terjadi. Bukan, bukan karena aku naksir ibu-ibu ini. So plis, guys. -_- Tapi karena ternyata ibu ini berasal dari kota yang sama denganku, yaitu Magelang. Percakapan berlanjut sampai ibu ini mengajukan sebuah pertanyaan yang bikin aku kaget. 

Sudah punya pacar atau calon suami?

Duarr! Kayak apa tuh kagetnya guys? Kayak kesamber petir kali ya? #mainstream. Sekarang aku ragu dengan identitas ibu ini. Apakah ternyata seorang cowok yang ada di balik akun ini? Apakah ibu ini adalah seorang yang menyukai anak unyu sepertiku? Atau ibu ini sedang mencari pembantu yang jomblo? Argh! So plis Cik, ngayal mulu kamu! -_-

Tanpa mengurangi rasa hormatku pada ibu ini, aku menjawab pertanyaan beliau dengan nada yang masih lemah lembut. Ditambah emoticon senyum tentunya. Hihihi… 

Memangnya ada apa ya, Bu?

Jawaban yang gak diduga pun datang. 

Jawab jujur, Nak. Ibu tidak akan kecewa.

Tuh kan bener, Ibu ini suka sama aku. Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Keparnoanku kian menjadi. Hmm, apa aku unfriend aja ya ibu ini? Tapi… kok gak sopan banget ya rasanya. Huft! Akhirnya, berani gak berani, aku bales pesannya. 


Jujur, Bu. Saya belum punya pacar apalagi calon suami. Saya masih punya mimpi yang ingin saya kejar.

Akhirnya ibu ini membalas… 

Saya punya anak. Rencananya setelah lulus S1, dia mau melanjutkan S2.

Oalah… akhirnya aku mudeng arah pembicaraan ini. Ibu ini mau mencarikan jodoh buat anaknya. Bukan suka sama aku yang unyu ini, atau pun sedang mencari pembantu yang jomblo. Syukur deh. Eh bentar! Whaattt? Berarti aku mau dijadiin calon menantu ini. Apakah aku memang menantu idaman? *pasang senyum paling manis 

Tetapi saya baru mau lulus D1 lho Bu. Saya juga belum berencana untuk menjalin hubungan ke arah sana, Bu.

Percakapan pun tidak hanya terhenti sampai sana. Ibu ini memberitahuku latar belakang keluarganya, dan aku pun memberi sedikit informasi tentang keluargaku. Satu kalimat yang paling ngena yang aku dapet dari ibu ini adalah… 

Jodoh itu di tangan Tuhan. Kalau kamu suka sama anak Ibu, langsung saja dilamar. Biar tidak menimbulkan dosa. Ibu ingin punya menantu yang solihah.

Setiap ibu memang menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dalam hal jodoh. Sampai sekarang ibu ini masih terus menghubungiku lewat inbox. Terakhir beliau minta nomer hp agar anaknya bisa menghubungiku. Tapi masih kutolak dengan alasan anaknya belum pernah sama sekali berkenalan denganku.

Aku belum ingin menjalani hubungan yang serius. Masih mau melanjutkan studi. Memiliki pasangan hidup belum ada dalam checklist impianku. Mungkin satu baris lagu milik She ini bisa mewakili perasaanku. 

No no no no tunggu dulu, cinta jangan buru-buru… 

Kalasan, 11 Juni 2014
18.16 WIB

Aku Sudah Tahun Lalu

Di siang yang terik ini, aku sama Ester jalan kaki buat beli es ‘cappucino cincau’ yang letaknya cukup jauh dari kos dan harus lewat BDK. Dan payahnya, kami harus lewat lautan manusia *lebay* buat sampai ke warung es. Ya, hari ini adalah hari kedua registrasi STAN. Dan sebuah pemandangan mengagetkan kami! Jalan yang di hari biasanya cukup sepi, kini sangat berjubel. Di sisi kanan dan kiri jalan digunakan parkir (mungkin tempat parkir yang disediakan sudah penuh). Belum lagi banyak pedagang kaki lima yang tiba-tiba nemplok di pinggir jalan. *perasaan tahun lalu kagak kayak gini deh. -_-

Sepanjang jalan, kami ditawari berbagai macam barang. Dari stopmap, sampe tukang ojek. Wew, padahal tampang kami waktu itu gak banget (pake kaos oblong dan celana training). Gak meyakinkan buat ditawarin deh pokoknya.

Akhirnya kami berhasil melewati hiruk pikuk keramaian kota. Syalala…~ Karena siang itu cukup lapar, maka aku beli roti juga. Dan anehnya ada yang tanya…

”Mbak, daftar STAN juga ya?”

Aku liat sekeliling, dan ternyata adek manis itu *jiahh* itu tanya sama aku.

”Mm, sudah tahun lalu Dek,” jawabku sambil menampilkan senyum terunyu.

Dalam hati: Wah, ternyata tampangku masih unyu dan cocok buat daftar STAN lagi. :3

”Rr, stopmap-nya warna apa ya Mbak?”

Duarr! Emang aku dulu bawa stopmap ya? Warna apa ya? Seingetku dulu emang bawa, tapi akhirnya sampe dalem malah dibuang ama bapak-bapaknya. Wah, kalo gak dijawab kasian juga ini adek tampangnya kebingungan. Tapi, kalau pun harus jawab, aku gak tau mesti jawab apa.

”Aku lupa Dek. Hehe.”

Akhirnya aku mlipir dan keluar toko.
***
Jadi, sebelum pendaftaran, pastikan sudah membawa persyaratan yang harus dibawa. Perhatikan juga hal detail seperti warna stopmap. Biasanya ada ketentuannya. Nha, ketentuan itu biasanya tertulis di informasi pendaftaran kampus yang dituju (bisa lihat di website resmi atau pun di tempat lain). Siapkan dengan baik ya, biar pas pendaftaran gak kebingungan… :)

Kalasan, 11 Juni 2014
12.45 WIB

Minggu, 01 Juni 2014

Menulis---Mengapa Begini, Mengapa Begitu

Reni Erina

1. Mengapa tiap kali aku mau bikin cerpen, selalu ada ada masalah. Yang tau-tau gak mood-lah, yang tau-tau main fesbuklah..
Karena kamu gak berniat menulis cerpen. Kalau kamu sungguh-sungguh, halangan apa pun pasti bisa kamu lewati. Gada istilah gada mood. Mood bisa diciptakan. Ayo, jangan sampaikalah sama temanmu yang sudah dimuat karyanya!

2. Mengapa kalau aku bikin cerpen, kok gak kelar-kelar. Di tengah-tengah pasti buntu.
Karena pikiranmu mengelana ke mana-mana. Gak fokus. Coba niatkan. Bikin dulu kerangkanya atau coret-coretannya, supaya kamu tau tujuan dari cerita itu akan dibawa ke mana, biar ketahuan endingnya. Kalo tetep buntu, ya share ke temen-temen yang udah jago. Ada banyak jalan menuju Roma, eh media (tiket ke Roma mahal ya...?)

3. Mengapa cerpenku tak sebagus cerpen yang aku baca di majalah?
Bisa jadi itu hanya perasaanmu. Supaya tahu apakah cerpenmu bagus dan sesuai, ya beranikan diri mengirim ke media yang cocok dengan tipe tulisanmu. Jangan membandingkan cerpenmu dengan cerpen penulis terkenal, itu akan membuatmu down sebelum perang (eh udah gada perang). Percaya diri sajalah. Tiap penulis kelebihan masing-masing

4. Mengapa aku susah bikin judul?
Karena kamu terpaku dengan judul-judul yang bombastis, jadi secara moril kamu sudah tertekan duluan. Carilah kalimat atau kata ajaib dari isi naskahmu yang bisa kamu petik sebagai judul.

5. Mengapa aku gak bisa mencari ide. Tiap di depan kompi pasti cuma bengong mandangin dekstop.
Karena pikiranmu sudah terfokus mendapatkan ide ajaib. Jangan susah-susah dulu. Cari yang paling dekat di sekitar kita. Kejadian-kejadian kecil yang ternyata bila diuraikan dalam cerita akan menjadi kisah luar biasa. Ban sepeda adik yang bocor. Udin yang diputusin pacarnya dalam seminggu. Mona yang gelisah menunggu kekasihnya. Atau kamu sendiri yang sedang mendambakan seseorang. Lalu cari solusinya. Ide kecil, ditambah solusi yang pas untuk mengurai konflik, serta ending yang gak dibuat-buat, akan menjadi sebuah cerita yang bagus.

6. Mengapa aku selalu cemas tiap kali mau ngirim cerpen ke media?
Karena kamu gak pede. Karena kamu gak berani mencoba. Segala hal bila gak percaya diri, gak akan ada hasilnya.

7. Mengapa orang lain gampang banget tembus media dan aku gak bisa kayak mereka?
Itu cuma perasaanmu. Mereka juga pernah mengalami penolakan tetapi mereka gak pantang menyerah, terus mencoba dan mencoba lagi. Mereka bahkan tak peduli dengan penolakan yang ke-13 kali (nyindir diri sendiri :D). Mereka terus 'menabung naskah' di email redaktur media-media.

8. Mengapa cerpenku ditolak terus? Apakah karena cerpenku jelek?
Gak juga. Cerpen yang ditolak gak berarti cerpen itu jelek. Mungkin kurang cocok dengan genre yang dibutuhkan media. Makanya kenali media yang dituju.

9. Mengapa orang-orang selalu semangat ngirim naskah padahal antreannya panjang?
Semua media juga panjang kok antreannya. Jangan lihat antrean. Tapi lihat kans-nya. Lihat kesempatannya. Dan jangan menunggu. Jajaki semua media. Kirim, lupakan. Kirim lupakan. Kiriiim... dan di suatu masa kamu akan terkejut mendapati 'tabungan' naskahmu tiba-tiba bermunculan di banyak media.

10. Mengapa mereka rela antre di Story?
Karena Story media remaja yang paling banyak cerpennya. Sesuatu banget kalau tampil di Story. Ada banyak penulis di Story yang akhirnya lari ke skript dan skenario, karena beberapa PH mengincar nama mereka saat melihat namanya terpampang di Story. Begitu juga dengan ilusrator. Banyak ilustrator Story yang akhirnya didaulat membuat ilustrasi cover buku sebuah penerbit.
--- yang terakhir, karena mereka tahu, betapa unyu dan baik hatinya Bunda Story ;) Ting!

Sumber: https://www.facebook.com/notes/story-teenlit-magazine-official-group/menulis-mengapa-begini-mengapa-begitu/520558184645456