Minggu, 27 Desember 2015

Aku Tak Menyesal

Aku menarik napas saat seorang pria memarkir motornya di depan restoran yang sudah lebih dari satu kali aku datangi ini. Jantungku berdegup cepat. Seketika aku mengalihkan pandangan ke arah yang berlawanan. Gaun lilac yang aku kenakan menyambar kaki meja. Dia alasanku menghabiskan waktu satu setengah jam di depan cermin. Kuharap pipiku tak terlampau merah setelah ditambah ekspresi malu karena bertemu dengannya.
”Apa kabar?” tanyanya kaku setelah menghampiri mejaku.
”Baik. Kamu sendiri bagaimana?” jawabku setenang mungkin. Lama tak bertatap muka dengannya, membuatku bingung menata ucapanku.
Kami bicara banyak hal. Sesekali dia berceloteh tentang kesibukannya kantor. Dia juga bercerita tentang kegiatannya tiga tahun belakangan ini. Tiga tahun tanpa aku, katanya. Cara bicara dan cara ia memandangku masih seperti dulu. Tapi aku yakin bukan untuk ini dia sedikit memaksa untuk bertemu denganku malam ini. Ya, sedikit memaksa. Jika dia tidak berkata ini mungkin akan jadi pertemuan terakhirku dengannya, aku tak akan mau bertemu dengannya.
”Kamu tampak berbeda malam ini. Sudah adakah pria beruntung di sana?” tanyanya kemudian.
Aku tersenyum geli. Sekali kutatap matanya. Dia tak bercanda.
Dia mengaitkan jaket yang dia kenakan hingga tak ada lagi ruang antara tubuhnya dengan udara di ruangan ini.   
”Kamu kedinginan?” tanyaku setelah melihat tingkahnya.
”Kalau iya, apakah kamu akan memelukku?” jawabnya sembari tertawa.
”Kamu nggak berubah. Pasti semakin banyak gadis yang tergila-gila padamu,” timpalku. Tentu saja aku tak akan melakukannya. Terlebih sekarang aku sudah bukan miliknya.
”Jadi, alasanmu memintaku datang malam ini adalah untuk menanyakan itu?” tanyaku kembali ke topik.
            Semenit berlalu dalam hening. Aku tak berniat mengulang pertanyaanku tadi. Aku bahkan juga tak berniat mendengar jawabannya.
”Aku ingin minta maaf, Nay. Itu alasanku mengajakmu bertemu.”
”Aku sudah melupakannya,” jawabku singkat.
Tentu saja aku berbohong. Aku tak akan pernah lupa saat aku harus menghabiskan waktu sampai hari untuk mengubah semua aspek dalam diriku. Aku tak sepenuhnya melakukan itu untuknya. Awalnya memang aku hanya tak ingin terus menjadi ulat yang menjijikkan baginya. Tapi akhirnya aku sadar satu hal setelah dia pergi. Ada hidup yang harus aku tata. Dengan atau tanpanya, aku berhak menjadi orang yang lebih baik lagi.
”Makasih Nay. Aku sangat menyesal pernah melewatkanmu. Bisakah kita…?” tanyanya sembari meraih tanganku. Ucapannya terhenti setelah dia menyadari ada sebuah cincin di jariku.
            ”Maafkan aku.” Aku menarik tanganku kemudian.
            ”Kapan?” tanyanya kemudian.
            ”Bulan depan,” jawabku singkat.
            ”Semoga kamu bahagia.”
            ”Tentu saja,” jawabku sumringah.
            Semua mendadak beku, seperti terhenti. Aku tak mendengar sepatah kata pun darinya, namun aku tahu matanya menyiratkan hal yang sebenarnya dia sembunyikan dibalik bungkam. Menyesalkah kamu? Semoga aku tidak.
Kuharap aku benar-benar tampak bahagia malam ini, layaknya gadis yang akan dipinang sebulan lagi. Iya, dia melewatkan satu hal. Ini bukan tentang pernikahanku. Ini tentang sesuatu yang telah pergi akan pernah kembali. Kakakku lah yang menikah bulan depan. Dan cincin yang aku pakai bukanlah cincin pertunangan atau semacamnya. Aku hanya tak sengaja memakainya, dan syukurlah jika dia menganggap aku akan menikah.
Sekarang aku tahu, cinta bukan tentang memaafkan, bukan pula hanya tentang aku masih menyayanginya dan tak bisa melupakannya sampai detik ini. Cinta adalah harga diri, logika yang nyata. Semua orang bisa berubah. Sudahkah kau lihat aku sebagai kupu-kupu yang cantik sekarang?

***

Selasa, 29 September 2015

...And I’m Well, Me



Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Iya, aku dan kamu misalnya.
 
Jadi tiba-tiba inget Mama Dien pernah bilang. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Jaraaangg banget, satu banding sekian mungkin. 

Aku dan kamu memang sudah kenal dari dulu, tapi aku ngrasa cuma aku yang punya rasa lebih (kayak yang udah aku sebutin di atas). Entah kamunya yang gak peka, atau sebenernya peka tapi gak suka. Hm, dan aku kok yakin banget posisiku ada di opsi kedua. Iya gak? Meskipun kayak gitu, bukan berarti kamu menghindar. Aku dan kamu masih sering kontak. Meskipun cuma sesekali. Atau… seminggu kamu ada, ngobrol ngalor ngidul sampe tengah malam bahkan telepon berjam-jam, tetapi seminggu berikutnya kamu ngilang. Entah, giliranku yang sudah habis karena seminggu berikutnya jadwal kamu sama yang lain atau bagaimana. Yang jelas kamu tuh kayak gitu. Dan aku kok ya tetep fine-fine aja bakalan mau dihubungi di seminggu yang keberapa entah.

Kita emang gak pernah ngobrolin hal yang spesifik. Aku tau kamu, cuma sekadar tau. Berusaha ngasih pendapat yang masuk akal tiap denger ceritamu. Kadang malah terkesan mendukung kamu saat kamu deket sama cewek lain. Naïf memang. Alih-alih bilang, plis jangan ngomongin dia di depan aku, aku malah pengen tau sejauh mana hubunganmu dengan gebetanmu itu. Ya kali aja kamu ditolak, kan aku masih ada kesempatan.

Iya, semuanya berawal dari curhat. Karena curhat-curhatmu itulah yang bikin aku tau sifatmu secara garis besar. Dan aku menyukainya, menyukai apa pun yang kamu ceritakan, menyukai apa pun yang kamu lakukan, dan tetap menyukaimu tentunya. Lama-lama kita terbiasa untuk menghabiskan malam dalam obrolan-obrolan yang lebih spesifik. Tapi sayang sekali, semuanya masih tentang kamu. Bukannya kamu tak pernah menanyakan tentangku, tetapi aku yang terlalu takut menceritakan tentang aku. Siapa aku, dan rasa apa yang sudah bertahun-tahun aku sembunyikan darimu—hingga aku bisa dengan senang hati tetap mendengarkanmu cerita tentang gebetan atau mantan pacarmu. Iya, jujur gak ada yang murni karena aku peduli sebagai sahabat. Aku lebih memilih buat tau apa pun tentangmu meskipun itu bukan topik yang aku sukai daripada kehilangan kontak denganmu. Seenggaknya aku masih bisa senyum-senyum sendiri karena chatmu memenuhi hp-ku (tanpa memedulikan topik miris yang sedang kita bahas tentunya).

Singkat cerita, aku dan kamu akhirnya memutuskan menjadi kita. Aku akhirnya mengutarakan semuanya padamu. Sekarang atau tidak sama sekali, pikirku. Serasa mimpi malam itu. Tetapi jika boleh jujur 49% aku yakin hal ini akan terjadi. Yang 51% ke mana? Ke gebetanmu tentunya. Mungkin aku sudah gila ketika mengatakan semua ini. Tetapi yah, itu angka terbesar yang aku miliki. Gebetanmu itu nyaris sempurna di mataku. Yang aku tau, lebihku cuma satu. Jika boleh menyombongkannya, aku punya sesuatu yang disebut-sebut oleh teman dekatku adalah sesuatu yang mahal. Setia. Cuma itu, titik. Tak ada yang lain. Tak ada embel-embel cantik fisik, cantik hati, atau pun dari keluarga terpandang.  

Aku dan kamu memulai sesuatu yang baru, sebagai kita. Jujur, ini pertama kalinya aku dalam hubungan seperti ini. Aku canggung, merasa aneh, posesif mungkin, dan rasa-rasa lainnya. Mungkin kamu merasa tidak nyaman. Yah, aku tau. Tetapi aku juga tidak tau apa yang harus aku lakukan. Entah aku saja yang merasa demikian atau memang semuanya sudah terjadi: kamu tidak seperti dulu. Aku mulai sering mencarimu tiap malam. Rasanya dulu tak seperti itu. Kamulah yang sering memulai percakapan denganku. Entah hanya dengan menyebutkan namaku dalam chat-mu, atau tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar. Aku merasa ada yang tidak benar dengan semua ini, namun juga aku tidak mengatakan hal ini adalah sesuatu yang salah. Hanya berubah. Mungkin aku saja yang berlebihan.

Oh ya, suatu ketika aku mendapatimu chattingan dengan cewek yang dulu sering kamu ceritakan padaku. Saat chat itu berlangsung, aku tau hubungan kita sedang sedikit renggang. Seminggu itu, kita jarang ngobrol. Aku tak sibuk, sungguh. Justru aku takut kamu lah yang sibuk, jadi aku tak mau mengganggumu. Ada yang berbeda dengan topik yang kalian bicarakan. Mengapa ketika membacanya, aku merasa ada sesuatu yang salah? Kamu seperti sedang berbicara dengan aku yang dulu. Aku yang selalu mendengar semua curhatmu. Aku yang masih menyembunyikan perasaanku padamu. Aku yang berusaha agar obrolan kita tetap berlangsung. Aku yang gak peduli meskipun kamu sudah punya gebetan. Aku yang… ah! Dia menyukaimu, kesimpulanku. Entah hanya sebersit entah memang dia sangat menyukaimu (seperti aku dulu). Tetapi kamu menyanggah ketika aku mengatakan kesimpulanku itu padamu. Mana mungkin? Aku peka. Aku bisa membedakan. Aku pernah ada dalam posisi itu. Tetapi aku juga tidak berani mengatakan kesimpulanku itu benar seluruhnya.

Yes. I’m JEALOUS. Why? Because she’s beautiful, and I’m well… me.

Maaf mengatakannya padamu, tapi harus aku bilang sekali lagi. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Dia sekarang sedang berada di posisi yang sama dengan posisiku dulu. Bukankah semuanya rasional? Masuk akal? Sering aku berpikir, misalkan tiba-tiba dia bilang kalau dia menyukaimu, mungkin kamu juga berpikir untuk menerima dia. Iya, dia punya semua yang gak aku punyai. Dia lebih lebih lebih segalanya. Dan aku, cuma aku.

Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Tapi aku tak ingin hal yang sama terjadi pada kamu dan dia.

Saat aku menulis ini, aku harap semua pikiranku tentang kalian itu salah.

Maguwoharjo, 29 September 2015
No editing.

Senin, 08 Juni 2015

Kecewa. Gitu aja.


Tiap udah niat mau tidur lebih awal pasti jatuhnya malah gak bisa tidur. Banyak banget yang lagi dipikirin. Entah itu urusan kantor atau hal yang bersifat pribadi. Mulai dari urusan kantor. Ini hari pertama magang setelah OJT berakhir. Itu artinya udah genap empat bulan aku kerja—belajar kerja lebih tepatnya. Gak semenyenangkan yang aku bayangin. Para pegawainya sih ramah semua, udah nganggep kami keluarga. Tapi gak tau kenapa aku masih belum betah. Kayak ada yang ngganjel tapi gak tau apa. Alhasil aku kerjanya juga males-malesan dan kadang malah ngerasa gak ikhlas. 

Workshop kemarin rasanya kayak ditegur. Aku udah nyiapin semuanya dari jauh-jauh hari. Bukan karena rajin sih, tapi emang karena kebiasaan. Aku emang gak bisa ngerjain sesuatu mepet deadline. Jadi aku udah nyicil bikin laporan dari jauh-jauh hari dan berusaha semaksimal mungkin. Aku ngerjainnya cepet-cepet tuh gara-gara pengen cepet selesai semuanya. Gak tau kenapa, bosen aja. Dan… hasilnya pun mengejutkan. Nilaiku paling rendah di antara temen-temen lain—bahkan dari temen yang ngerjain laporannya H-1. Lebih rendah dari temen KPP lain yang bahkan cuma ngumpulin laporan doang dan gak pake workshop. Kecewa. Banget. Padahal laporanku tuh gak jelek-jelek banget kok. Jauh dari bagus sih, tapi kalo jelek banget ya menurutku sih enggak. Tau deh. Kalo aja nilai tuh ngaruh ke penempatan, siap-siap aja penempatan paling jauh. Gak cuma di antara temen-temen se-KPP, tapi temen-temen satu angkatan. Karena apa? Karena aku udah cek secara random laporan temen-temen dari KPP di Indonesia dan emang nilaiku yang paling jelek. -,-“

Selain masalah nilai, ada hal lain. Aku masih ngerasa asing di seksi tempatku sekarang. Udah lima minggu aku menetap di salah satu seksi, tapi masih ada aja yang belum tau namaku. Sedih. Bahkan andaikan aku penempatan hari ini, pasti gak ada yang bakal nyariin. Tiba-tiba ngilang, gitu aja. Dan entah ini cuma perasaanku atau beneran, aku ngerasa gak disukai di tempatku menetap sekarang. Iya sih, aku emang banyak salahnya kalo ngerjain sesuatu. Dan gak tau kenapa setiap kali aku berusaha buat ngerjain sesuatu dengan bener, pasti tetep ada aja masalahnya. Aku harus gimana coba? Eh iya, selain itu aku tuh satu seksi sama temenku yang emang orangnya baik banget, dan lembut gitu. Yah beda banget sama aku—yang dari suara aja gak ada lembut-lembutnya sama sekali. Alhasil, aku kayak kebanting gitu sama dia. Intinya, aku jadi keliatan tambah jelek bahkan jelek banget. Udah ngerasa asing, keliatan jelek pula. Harusnya sih aku bisa introspeksi. Tapi gak tau kenapa, rasanya udah badmood duluan tiap inget semuanya. Pengen cepet-cepet penempatan aja bawaannya.

Masalah kantor udah. Duh kalo masalah pribadi kayaknya terlalu malu-maluin buat dibahas di sini. Intinya sih aku kayaknya kurang bersyukur deh. Gak tau kenapa, aku kok kayak gak bisa nemuin celah buat bersyukur. Masih suka ngeluh, suka marah sama Allah, childish banget, ngerasa paling menyedihkan—atau apalah. Masih aja ada hal-hal sepele yang bikin aku kecewa. Misalnya, banyak hal yang udah aku usahain mati-matian tapi hasilnya jauh dari harapan. Bikin kesel dan capek… kayak sekarang.

Tulisan ini tanpa di-edit
Maguwoharjo, 08 Juni 2015

Minggu, 29 Maret 2015

Mari Bicara Rindu

Sudah lama ya? Masih ingatkah kamu?
Ah iya, aku baru ingat jika akulah yang lupa
Aku lupa bahwa aku tak cukup berharga untuk kamu ingat
Duh bicara apa aku ini?

Kamu, apa kabar? Mari bicara rindu.
Kujamin tak akan kembali lagi seperti rintik hujan yang jatuh ke laut,
Kemudian menguap, membebani awan, hanya untuk jatuh lagi

Hai kamu, sini kubisikkan rahasia tentang rindu
Tak akan kuulangi kesalahan yang sama dan dengan orang yang sama pula
Jangan tanya lagi
Jelas, aku tidak



Maguwoharjo, 29 Maret 2015

Suci (kayaknya) Belum Siap

Akhir-akhir ini merasa lagi punya banyak masalah, terutama yang nyangkut sama kerjaan. Jadi, beberapa hari ini tuh lagi sibuk sama efiling (pelaporan SPT secara online). Sebagai salah satu anak magang, aku juga kebagian buat ikutan bantu ng-efiling-in SPT-SPT manual yang udah masuk ke kantor.

Tanggal 25-27 Maret kemarin, aku dapet tugas di Pos Wates. Iya, cuma tiga hari dan pasti ada aja masalah setiap harinya. Perasaan temen-temen yang lain lancarlancar aja deh. Apa cuma perasaanku ya? -,-"

Hari pertama, WP pertama, aku udah ngerasa gagal buat ng-efiling. Ada masalah di emailnya. Jadi, setelah registrasi selesai kan akan ada link aktivasi yang dikirim ke email pribadi WP. Nah, pas itu tuh link aktivasinya gak mau kekirim padahal email yang dimasukin udah bener. Udah aku coba berkali-kali, tetep gak mau masuk. Akhirnya WP-nya aku anjurin buat bikin email baru aja. Nah setelah selesai bikin email baru, link aktivasinya aku kirim ulang lagi ke email yang baru. Tetep gak mau masuk. Udah di refresh berkali-kali, ditunggu lama juga, tetep gak mau masuk. Akhirnya aku coba logout aja emailnya--siapa tau bisa langsung masuk, soalnya pernah kejadian kayak gini. Nah, setelah logout, aku suruh login lagi eh malah WP nya lupa passwordnya. Katanya sih inget dan udah bener passwordnya, tapi entahlah kok tetep gak bisa login. Akhirnya harus ada kode gitu yang dikirim ke nomer hp. Akhirnya bisa login. Tapi... masalah belum selesai. Link aktivasi tetep gak mau masuk. Karena udah kelamaan nunggu dan kasihan sama WP nya, akhirnya aku tahan aja SPT nya, aku kerjain nanti siapa tahu bisa ada solusi.

Hari kedua... Setelah hari pertama ada satu SPT yang bermasalah, hari kedua aku coba otak-atik lagi tuh. Email juga aku ganti lagi, dan prosesnya lumayan lama jadinya. Tapi alhamdulillah berhasil. Rasanya tuh... :") Gak berselang lama, aku dapet kabar dari temenku yang ada di KPP. Katanya, SPT yang aku efilingin minggu kemarin tuh ada yang salah. Jadi, ada dua nama WP yang sama gitu. Aku masih bingung di mana salahnya. Perasaan udah aku masukin NPWP-nya yang ada di Bukti Potong  Udah bener, namanya juga udah sama. Tapi pas dicek kok alamat yang di bukti potong sama di efin kok  bisa beda gitu. Aakk gak tau. Ternyata NPWP yang dicantumin di Bukti Potongnya tuh salah. Nama sama, NPWP salah, dan udah aku efiling. Ealah. Akhirnya aku bikinin efin pake NPWP yang udah bener. Urusannya jadi ribet deh pokoknya.

Hari ketiga, tengah hari kan server sempet down. Nah kebetulan lagi ada WP yang mau efiling. WP-nya udah ngisi SPT, udah sampe tahap simpan SPT. Tapi pas SPT mau dikirim, berulang kali gagal. Aku pikir kan karena server lagi down jadinya gak bisa ngirim SPT. WP nya gak bisa nunggu lama, akhirnya SPT nya ditinggal, dan  nanti aku yang kerjain. Setelah server udah bener, aku kirim tuh SPT, tapi ada keterangan "Kirim SPT gagal, SPT sudah ada". Habis itu kan aku cek di dashboard (daftar SPT terkirim), tapi ternyata belum ada SPT terkirim. Bingung juga mau gimana, akhirnya aku logout dulu akunnya. Habis itu aku login, dan coba lagi buat ngirim, tetep gak bisa. Ada saran buat ngisi ulang SPT (yang udah kesimpen aku hapus dan aku nyoba ulangin proses isi SPT dar awal). Udah aku lakuin tapi... tetep sama. Ada keterangan "Kirim SPT gagal, SPT sudah ada", sementara aku cek di dokumen SPT terkirim ternyata SPT belum terkirim. Ada saran lagi buat nunggu 24 jam karena mungkin ada masalah di sistemnya.

Hari Sabtu, aku dapet jadwal piket di Pos Wates lagi. Udah 24 jam dari masalah SPT kemarin. Aku coba ulangin, dan masih sama. Bingung gak tau harus gimana, akhirnya aku tanya ke salah satu pegawai, dan diputusin buat masukin dropbox aja. Tapi waktu itu udah kesorean, udah lebih dari jam 3 jadi bisanya besok atau senin sekalian. Aku udah nitip sama Mbak yang jaga hari Senin. Tapi hari ini (Minggu) aku ngerasa ngganjel. SPT nya tuh beneran, bikin beban banget! Daripada kepikiran terus dan malah bikin gak tenang, aku hubungin temenku yang lagi piket hari ini (aku lagi di kosan dan temenku lagi kebagian jadwal piket). SPT udah mau dimasukin ke dropbox, tapi denger-denger WP salah formulir. WP pake formulir 1770 S, padahal harusnya dia tuh pake 1700 karena pekerjaannya wiraswasta. Formulir 1770 S ataupun SS cuma buat pegawai yang menerima penghasilan dari satu pemberi kerja. Pegawai gitu, gampangannya. Sementara itu, yang bisa di efiling tuh cuma 1770 S sama 1770 SS, 1770 gak bisa. Kata temenku, para AR lagi pada diskusiin SPT nya. Dan aku juga sih yang bodoh dan gak teliti. WP-nya wiraswasta (bukan pegawai), dan lagian hari jumat kemarin yang mau lapor SPT tuh istrinya. Aku juga masih bingung sama aturannya (duh, berasa mlompong banget aku masalah kayak ginian, padahal dulu pas kuliah juga pernah diajarin tapi sekarang udah lupa semua). Kata temenku, dia disuruh buat nelepon WP nya, tapi dia gak berani. Dia juga bingung harus bilang gimana ke WP. It's ok, karena emang ini bukan tanggung jawab dia. Aku yang nerima SPT nya, jadi aku yang harus tanggung jawab (meskipun aku cuma kebagian tugas buat ngefiling).

Jadi kan hari ini aku telepon WP nya, aku bilang aja salah formulir dan sebaiknya langsung datang lagi ke Pos Wates. Udah, gitu doang. Jangan dintanya, sebenernya aku juga masih bingung ama urusannya, tapi mending WP nya langsung deh yang dateng ke KPP dan bisa dapet penjelasan dari AR. Semoga masalah ini cepet kelar dan aku gak salah langkah ataupun salah ngambil keputusan buat nyuruh WP datang lagi ke Pos Wates. Aaaak, takut banget nih. >,<

Jadi kesimpulannya, minggu ini tuh minggu yang paling berat buat aku selama aku magang. Ngerasa dapet banyak banget masalah dibanding temen lain. Ngerasa payah dan bener-bener belum siap. Merasa... belum bisa tanggung jawab ama apa yang udah aku lakuin. Dan aku tau aku gak bisa terus-terusan kayak gini. Aku udah gak bisa lagi sedikit-sedikit tanya temen dan seolah bergantung banget sama temen lain, sementara semua dari kita punya tanggung jawab masing-masing. Aku udah harus bisa nyelesain masalahku sendiri dan yahh itu masih berat banget buatku. Hm, aku gak tau harus cerita ini sama siapa (lagi-lagi), jadi aku tulisin aja di blog. Aku selalu ngerasa seenggaknya setengah dari masalah yang aku hadapin tuh hilang setelah aku curhat. Fyuh~ Mangat Cik, semua pasti beres. Bismillah...

Maguwoharjo, 29 Maret 2015
Merasa sendiri dan selalu sendiri

Jumat, 23 Januari 2015

Jika Kita Bertemu

Jika kita bertemu, apa yang akan kamu ceritakan padaku?
Tentang masa lalu? Tentang luka?
Atau... sakit yang saat ini sedang menderamu?
Ah, aku sudah kepalang hafal
Bahkan sebelum pertama kalinya mata bertemu mata
Saling memandang
Mencoba memahami, tetapi tanpa saling
Hanya aku, masih aku, dan tetap akan aku

Jika kita bertemu, kemudian giliranku yang bercerita padamu
Tentang masa lalu, tentang luka,
Ah... bukan tentang sakit, karena aku sudah lupa
Aku sudah kepalang hafal
Kita hanya perlu saling memandang
Mencoba memahami, namun semoga dengan saling
Semoga...

Jika kita bertemu lagi, akankah tetap sama?
Kali ini tak ada yang bercerita
Kita terperangkap dalam beku yang aneh
Canggung, tak nyaman
Apakah kita sudah sama-sama tahu?
Kalau begitu, aku titip rindu padamu
Untuk orang yang bercerita tanpa kata namun dengan rasa
Untuk orang yang selalu memahami tak hanya mendengar
...untukku sendiri

Kemudian saat kita bertemu berikutnya,
Hanya senyum yang menyapa
Kita tak perlu saling bercerita lagi
Karena kita hanya bertemu
Ya, bertemu. Begitu seterusnya.

Sambil menatap mendung
Magelang, 23 Januari 2015
15:18 WIB

Rabu, 21 Januari 2015

Cantik? Cantik!

Malam ini secara sadar aku merasa tidak cantik. Hiks. Harusnya tulisan sesensitif ini gak aku post di sini deh. Tapi tapi tapi… kok ya rasanya lebih lega kalau bisa ditumpahin ke blog. Hahah.

Bukan bermaksud tidak bersyukur. Aku bersyukur kok. Suci bersyukur. Banget. Makasih ya Allah. :”) Tapi kok selama 18 tahun lebih jadi cewek, aku nyadarnya baru sekarang. Baru sekarang setelah berkali-kali diingetin sama orang lain. Dan orang yang sama. Huaha. Nyeseknya, yang ngingetin tuh kok ya cowok. -____-

Iya, aku tau aku gak cantik. Gak usah ngomong berkali-kali ngapa? Nyesek tau dengernya. *mulai sensitif

Duh, udah ah sensi nya. Hm, kembali ke topik. Siapa sih cewek yang gak mau cantik? Tapi masalahnya bukan di sana. Bukan mau atau gak mau, tapi bisa atau gak bisa. Kok bisa gak bisa? Cantik kan bawaan lahir ya. Banyak cewek yang dari lahir gak perlu ngapa-ngapain juga udah cantik. Beruntung banget. Nah yang lain gimana? Ada yang cantiknya karena perawatan. Dokter kulit, salon kecantikan, atau apalah. Ya sah sah aja sih, menurutku. Malah bagus deh cewek yang suka merawat diri. Sayangnya aku bukan tipe cewek ini. Terus sisanya gimana? Yang tipe kayak aku gini? Bukan gak cantik kok. Soalnya cantik itu kan relatif. Heheh. (*sok bijak *lebih ke menghibur diri sih sebenernya). Tapi beneran deh, emak bilang Suci cantik kok. :”) #banggabanget

Hm, meskipun aku udah cantik versi emak, tapi tetep deh punya cita-cita suatu saat nanti bakalan jadi cewek beneran. Suatu saat nanti, yeah… Kapan? Ya pokoknya suatu saat nanti. 

Karena gak bisa dipungkiri ya, zaman sekarang tuh cowok gak ganteng (aku gak bilang jelek lho ya :v) pasangannya aja cewek cantik. Nah cowok ganteng, pasangannya sama cewek cantik banget. Terus cewek macam aku ini sama siapa? T.T #butuhtisu. Jadi kesimpulannya adalah, Suci gak pengen jomblo terus. #eh

Duh, jadi inget nasehat dari *piiip* yang dalem banget. Dia bilang gini.

Daripada berdoa jadi cantik, mending berdoa biar dia nerima kamu apa adanya.

Tapi apa adanya di sini bukan berarti terus gak berusaha berubah. Kalo bisa berubah jadi lebih baik, kenapa enggak?

Rrr, abaikan empat paragraf di atas. :D

Yang jelas, selain cantik fisik ada cantik lain yang perlu dipikirin. Cantik hati, cantik sikap, cantik perilaku. Nah kalo cantik fisik belum jadi prioritasku sekarang, maka cantik yang lain dulu ah. Memperbaiki sikap, jangan kayak anak kecil terus, belajar masak, belajar bangun pagi, belajar nahan emosi, belajar gak malu-maluin kalo di depan orang banyak, belajar jadi kalem-->ini yang paling syusah. -,-

Pokoknya belajar memperbaiki diri deh, biar cantik beneran. Ok, itu aja deh curhatan malam hari yang galau. Night~ ({})

*Semoga besok pas bangun, Suci jadi cantik. Huaha. :v

Minggu, 18 Januari 2015

(Tanpa Judul)


Bertahan atau melepaskan, berjuang atau menyerah.
Tidak ada pilihan yang benar-benar benar atau benar-benar salah.
Jika lelah, ingin berhenti, bahkan lari, maka lebih baik pergi.
Aku tak lelah, tak ingin berhenti, apalagi lari.
Tetapi… pantaskah aku bertahan?
Saat bukan aku yang kamu inginkan.
Jika begitu, mengapa tak kamu lepaskan saja aku?
Ah, tetapi tak ada jaminan aku pun akan melepasmu setelah aku kamu lepaskan.
Aku tetap tak bisa membaca hatimu.
Bahkan setelah kamu bilang aku lah yang paling mengertimu.
Aku hanya tahu satu hal.
Hanya denganmu lah, aku jatuh cinta dan patah hati di waktu yang sama.
Kita sama-sama butuh waktu.
Kita?

Magelang, 17 Januari 2015