Selasa, 30 Agustus 2016

Welcome Back!

Blog penuh sarang laba-laba! Wkwk.

Halohaiiii~
Baru sempat aktif lagi setelah bertahun-tahun vakum dari dunia keartisan. Bukan sok sibuk sih, tapi namanya manusia pasti punya rasa malas. Dan sayangnya aku butuh waktu yang luar biasa lama untuk mengembalikan mood-ku.

Tulisan ini dibuat setelah aku kembali membaca tulisanku zaman alay. Haha tepatnya yang ini.

Pertama banget, aku mau ucapin selamat datang untuk diriku sendiri yang kini sedang mencoba bangkit dari tidur panjang dan runtuhnya hati. Waks udah sembilan bulan sepuluh hari pasca putus tapi masih aja melow dan gagal move on. Semoga segera dipertemukan dengan orang yang bisa menenteramkan hati. Aamiin.

Kedua, aku mau mulai membahas tentang beberapa keinginanku di tahun 2014 silam. Tanpa disadari, beberapa keinginan itu perlahan tercapai. Aku sampai lupa kalau aku pernah punya keinginan-keinginan itu dan gak ada bayangan sama sekali bakalan tercapai dengan sendirinya. Wkwk, di link di atas sih udah aku tulis 10 keinginan, kayak gini nih:

1. Keliling Jogja

Dua tahun yang lalu aku tulis Taman Lampion dan Bukit Bintang ya? Hahah. Sederhana banget, kan? Alhamdulillah sudah pernah ke sana semua dan bareng mantan. Bukit Bintang, tepatnya tanggakl 15 Agustus 2015. Gimana gak inget, kan itu tanggal jadian huaha. Terus yang kedua, Taman Lampion. Lupa deh tanggal berapa. Pokoknya antara bulan Agustus-Desember 2015 *ketauan kan berapa lama pacarannya*
Dua tempat itu sih berhasil aku datengin, tapi tentunya aku masih punya banyak tempat yang ingin aku kunjungi. Bersama kamu. Iya, kamuuuu. Kamu yang tidak akan pernah menjadi kamuku. #eaa 

2. Beli es krim bareng, beli sesuatu couple-an, dan foto berdua sama orang yang aku sayang.

Ini setengah tercapai sih dan aku gak bakalan lupa kapan aku beli es krim bareng haha. Waktu itu sekitar jam 3 sore hari minggu. Wakti itu aku masih magang di Jogja. Aku harus balik naik bis sore itu juga. Waktu itu, mantan (lagi-lagi) yang juga pulang Magelang, ngajakin ketemu sebelum dia balik ke Surabaya (iya, dia magang di sana). Waktunya mepet banget, dan aku tetep usahain buat ketemu. Akhirnya kami bisa ketemu jam 4 sore di sebuah cafe. Kami cuma punya waktu satu jam sebelum berpisah. Semua masih normal dan aku gak nyangka kalo itu adalah kali terakhir kami bertemu sebagai sepasang kekasih. Enggak, kami gak putus saat itu juga kok. Cuma ya pertemuan berikutnya (26 Desember 2016) kami udah gak sama-sama lagi.

Tentang beli sesuatu couple-an, sebaiknya aku lupakan haha. Foto berdua sih jelas udah pernah lah ya. Dan foto-foto itu sampai sekarang masih menuhin galeri. :"

3. Lulus TKD

Alhamdulillah, bisa dibaca di sini.

4. Penempatan Deket Rumah

Alhamdulillah juga sudah tercapai. Mulai tanggal 7 Desember 2015 aku pindah Semarang. Sebuah kota yang gak pernah aku bayangin. Sebuah kota dua setengah jam jaraknya dari rumah wkwk. Kapan-kapan aku ceritakan yahh :D

5. Punya SIM

Yeyy, akhirnya aku bikin SIM sama Wulan. Tanggal 24 April 2016 kemarin setelah banyak cerita kami lalui. Kapan-kapan juga aku ceritakan deh yahh. *efek nulis blog sambil manfaatin waktu di sela-sela kesibukan kantor* *aseek*

6. Punya e-KTP

Huaaa yang ini belum kesampaian. Dan yang bikin sedih adalah sekarang ada peraturan per 1 Oktober 2016, yang belum punya e-KTP gabisa nikah. Antara sedih dan pengen ngakak sih sebenernya. Lah nikah? Emang kalo udah punya e-KTP tapi belum punya calonnya tetep bisa nikah Cik? Huahaha bagian ini bikin aku di-bully di kantor. Rencana sih pertengahan Oktober mau izin satu hari buat bikin (kalo boleh). Plis bolehhh, ini menyangkut keberlangsungan keturunan saya nantinya Pak. Huahaha... :v

7. Bikin Novel

Yang ini mah sedih kalo diceritain. Aku semakin gak produktif dari waktu ke waktu. Aku ngerasa banget kalo sekarang aku beneran nol. Bahkan blog juga udah gapernah aku sentuh kan? Gimana aku mau bikin novel kalo nulis aja males-malesan? Huft. Aku kayak udah kehilangan motivasi buat nulis. Aku lupa rasanya puas setelah berhasil bikin sebuah karya. Aku juga udah lupa rasanya hidup yang penuh warna yang sampai-sampai aku ingin menuangkan semuanya dalam tulisan. Kayaknya aku perlu ruang yang lebih buat diriku sendiri. Aku perlu.... ah malu mengatakannya. Tapi benar-benar aku perlu kamu. Perlu cinta.

8. Jadi lebih baik dan gak childish

Ini mah puanjang kalo diceritain. Bisa dibikin satu bab. Pankapan kalo gak males (dan semoga enggak). Yang jelas, yang ini belum tercapai. Masih jauh dari harapan lah.

9. Kurus

Yang ini sih justru kebalikannya. Alih-alih kurus, diri ini malah semakin subur dan makmur wkwk. Alhamdulillah. Syukurin aja. Tapi ya ituu.... kadang ngerasa kalo jadi jomblo tuh malah bikin males ngerawat diri. Makan sepuasnya sesuka hati tanpa perlua ada hati yang harus dijaga. Kenapa oh kenapa? -_-

Terakhir, keinginan nomer 10. Ini gak aku tulisin ah. Biar cuma aku dan Allah yang tau~ wkwk

Sekian, sampai jumpa lagi di lain waktu~


Semarang, 30 Agustus 2016
Di antara tumpukan berkas ^o^/

Minggu, 27 Desember 2015

Aku Tak Menyesal

Aku menarik napas saat seorang pria memarkir motornya di depan restoran yang sudah lebih dari satu kali aku datangi ini. Jantungku berdegup cepat. Seketika aku mengalihkan pandangan ke arah yang berlawanan. Gaun lilac yang aku kenakan menyambar kaki meja. Dia alasanku menghabiskan waktu satu setengah jam di depan cermin. Kuharap pipiku tak terlampau merah setelah ditambah ekspresi malu karena bertemu dengannya.
”Apa kabar?” tanyanya kaku setelah menghampiri mejaku.
”Baik. Kamu sendiri bagaimana?” jawabku setenang mungkin. Lama tak bertatap muka dengannya, membuatku bingung menata ucapanku.
Kami bicara banyak hal. Sesekali dia berceloteh tentang kesibukannya kantor. Dia juga bercerita tentang kegiatannya tiga tahun belakangan ini. Tiga tahun tanpa aku, katanya. Cara bicara dan cara ia memandangku masih seperti dulu. Tapi aku yakin bukan untuk ini dia sedikit memaksa untuk bertemu denganku malam ini. Ya, sedikit memaksa. Jika dia tidak berkata ini mungkin akan jadi pertemuan terakhirku dengannya, aku tak akan mau bertemu dengannya.
”Kamu tampak berbeda malam ini. Sudah adakah pria beruntung di sana?” tanyanya kemudian.
Aku tersenyum geli. Sekali kutatap matanya. Dia tak bercanda.
Dia mengaitkan jaket yang dia kenakan hingga tak ada lagi ruang antara tubuhnya dengan udara di ruangan ini.   
”Kamu kedinginan?” tanyaku setelah melihat tingkahnya.
”Kalau iya, apakah kamu akan memelukku?” jawabnya sembari tertawa.
”Kamu nggak berubah. Pasti semakin banyak gadis yang tergila-gila padamu,” timpalku. Tentu saja aku tak akan melakukannya. Terlebih sekarang aku sudah bukan miliknya.
”Jadi, alasanmu memintaku datang malam ini adalah untuk menanyakan itu?” tanyaku kembali ke topik.
            Semenit berlalu dalam hening. Aku tak berniat mengulang pertanyaanku tadi. Aku bahkan juga tak berniat mendengar jawabannya.
”Aku ingin minta maaf, Nay. Itu alasanku mengajakmu bertemu.”
”Aku sudah melupakannya,” jawabku singkat.
Tentu saja aku berbohong. Aku tak akan pernah lupa saat aku harus menghabiskan waktu sampai hari untuk mengubah semua aspek dalam diriku. Aku tak sepenuhnya melakukan itu untuknya. Awalnya memang aku hanya tak ingin terus menjadi ulat yang menjijikkan baginya. Tapi akhirnya aku sadar satu hal setelah dia pergi. Ada hidup yang harus aku tata. Dengan atau tanpanya, aku berhak menjadi orang yang lebih baik lagi.
”Makasih Nay. Aku sangat menyesal pernah melewatkanmu. Bisakah kita…?” tanyanya sembari meraih tanganku. Ucapannya terhenti setelah dia menyadari ada sebuah cincin di jariku.
            ”Maafkan aku.” Aku menarik tanganku kemudian.
            ”Kapan?” tanyanya kemudian.
            ”Bulan depan,” jawabku singkat.
            ”Semoga kamu bahagia.”
            ”Tentu saja,” jawabku sumringah.
            Semua mendadak beku, seperti terhenti. Aku tak mendengar sepatah kata pun darinya, namun aku tahu matanya menyiratkan hal yang sebenarnya dia sembunyikan dibalik bungkam. Menyesalkah kamu? Semoga aku tidak.
Kuharap aku benar-benar tampak bahagia malam ini, layaknya gadis yang akan dipinang sebulan lagi. Iya, dia melewatkan satu hal. Ini bukan tentang pernikahanku. Ini tentang sesuatu yang telah pergi akan pernah kembali. Kakakku lah yang menikah bulan depan. Dan cincin yang aku pakai bukanlah cincin pertunangan atau semacamnya. Aku hanya tak sengaja memakainya, dan syukurlah jika dia menganggap aku akan menikah.
Sekarang aku tahu, cinta bukan tentang memaafkan, bukan pula hanya tentang aku masih menyayanginya dan tak bisa melupakannya sampai detik ini. Cinta adalah harga diri, logika yang nyata. Semua orang bisa berubah. Sudahkah kau lihat aku sebagai kupu-kupu yang cantik sekarang?

***

Selasa, 29 September 2015

...And I’m Well, Me



Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Iya, aku dan kamu misalnya.
 
Jadi tiba-tiba inget Mama Dien pernah bilang. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Jaraaangg banget, satu banding sekian mungkin. 

Aku dan kamu memang sudah kenal dari dulu, tapi aku ngrasa cuma aku yang punya rasa lebih (kayak yang udah aku sebutin di atas). Entah kamunya yang gak peka, atau sebenernya peka tapi gak suka. Hm, dan aku kok yakin banget posisiku ada di opsi kedua. Iya gak? Meskipun kayak gitu, bukan berarti kamu menghindar. Aku dan kamu masih sering kontak. Meskipun cuma sesekali. Atau… seminggu kamu ada, ngobrol ngalor ngidul sampe tengah malam bahkan telepon berjam-jam, tetapi seminggu berikutnya kamu ngilang. Entah, giliranku yang sudah habis karena seminggu berikutnya jadwal kamu sama yang lain atau bagaimana. Yang jelas kamu tuh kayak gitu. Dan aku kok ya tetep fine-fine aja bakalan mau dihubungi di seminggu yang keberapa entah.

Kita emang gak pernah ngobrolin hal yang spesifik. Aku tau kamu, cuma sekadar tau. Berusaha ngasih pendapat yang masuk akal tiap denger ceritamu. Kadang malah terkesan mendukung kamu saat kamu deket sama cewek lain. Naïf memang. Alih-alih bilang, plis jangan ngomongin dia di depan aku, aku malah pengen tau sejauh mana hubunganmu dengan gebetanmu itu. Ya kali aja kamu ditolak, kan aku masih ada kesempatan.

Iya, semuanya berawal dari curhat. Karena curhat-curhatmu itulah yang bikin aku tau sifatmu secara garis besar. Dan aku menyukainya, menyukai apa pun yang kamu ceritakan, menyukai apa pun yang kamu lakukan, dan tetap menyukaimu tentunya. Lama-lama kita terbiasa untuk menghabiskan malam dalam obrolan-obrolan yang lebih spesifik. Tapi sayang sekali, semuanya masih tentang kamu. Bukannya kamu tak pernah menanyakan tentangku, tetapi aku yang terlalu takut menceritakan tentang aku. Siapa aku, dan rasa apa yang sudah bertahun-tahun aku sembunyikan darimu—hingga aku bisa dengan senang hati tetap mendengarkanmu cerita tentang gebetan atau mantan pacarmu. Iya, jujur gak ada yang murni karena aku peduli sebagai sahabat. Aku lebih memilih buat tau apa pun tentangmu meskipun itu bukan topik yang aku sukai daripada kehilangan kontak denganmu. Seenggaknya aku masih bisa senyum-senyum sendiri karena chatmu memenuhi hp-ku (tanpa memedulikan topik miris yang sedang kita bahas tentunya).

Singkat cerita, aku dan kamu akhirnya memutuskan menjadi kita. Aku akhirnya mengutarakan semuanya padamu. Sekarang atau tidak sama sekali, pikirku. Serasa mimpi malam itu. Tetapi jika boleh jujur 49% aku yakin hal ini akan terjadi. Yang 51% ke mana? Ke gebetanmu tentunya. Mungkin aku sudah gila ketika mengatakan semua ini. Tetapi yah, itu angka terbesar yang aku miliki. Gebetanmu itu nyaris sempurna di mataku. Yang aku tau, lebihku cuma satu. Jika boleh menyombongkannya, aku punya sesuatu yang disebut-sebut oleh teman dekatku adalah sesuatu yang mahal. Setia. Cuma itu, titik. Tak ada yang lain. Tak ada embel-embel cantik fisik, cantik hati, atau pun dari keluarga terpandang.  

Aku dan kamu memulai sesuatu yang baru, sebagai kita. Jujur, ini pertama kalinya aku dalam hubungan seperti ini. Aku canggung, merasa aneh, posesif mungkin, dan rasa-rasa lainnya. Mungkin kamu merasa tidak nyaman. Yah, aku tau. Tetapi aku juga tidak tau apa yang harus aku lakukan. Entah aku saja yang merasa demikian atau memang semuanya sudah terjadi: kamu tidak seperti dulu. Aku mulai sering mencarimu tiap malam. Rasanya dulu tak seperti itu. Kamulah yang sering memulai percakapan denganku. Entah hanya dengan menyebutkan namaku dalam chat-mu, atau tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar. Aku merasa ada yang tidak benar dengan semua ini, namun juga aku tidak mengatakan hal ini adalah sesuatu yang salah. Hanya berubah. Mungkin aku saja yang berlebihan.

Oh ya, suatu ketika aku mendapatimu chattingan dengan cewek yang dulu sering kamu ceritakan padaku. Saat chat itu berlangsung, aku tau hubungan kita sedang sedikit renggang. Seminggu itu, kita jarang ngobrol. Aku tak sibuk, sungguh. Justru aku takut kamu lah yang sibuk, jadi aku tak mau mengganggumu. Ada yang berbeda dengan topik yang kalian bicarakan. Mengapa ketika membacanya, aku merasa ada sesuatu yang salah? Kamu seperti sedang berbicara dengan aku yang dulu. Aku yang selalu mendengar semua curhatmu. Aku yang masih menyembunyikan perasaanku padamu. Aku yang berusaha agar obrolan kita tetap berlangsung. Aku yang gak peduli meskipun kamu sudah punya gebetan. Aku yang… ah! Dia menyukaimu, kesimpulanku. Entah hanya sebersit entah memang dia sangat menyukaimu (seperti aku dulu). Tetapi kamu menyanggah ketika aku mengatakan kesimpulanku itu padamu. Mana mungkin? Aku peka. Aku bisa membedakan. Aku pernah ada dalam posisi itu. Tetapi aku juga tidak berani mengatakan kesimpulanku itu benar seluruhnya.

Yes. I’m JEALOUS. Why? Because she’s beautiful, and I’m well… me.

Maaf mengatakannya padamu, tapi harus aku bilang sekali lagi. Jarang banget ada hubungan cewek-cowok yang bisa murni sahabatan tanpa salah satu, atau mungkin keduanya punya rasa yang lebih. Dia sekarang sedang berada di posisi yang sama dengan posisiku dulu. Bukankah semuanya rasional? Masuk akal? Sering aku berpikir, misalkan tiba-tiba dia bilang kalau dia menyukaimu, mungkin kamu juga berpikir untuk menerima dia. Iya, dia punya semua yang gak aku punyai. Dia lebih lebih lebih segalanya. Dan aku, cuma aku.

Bukankah semuanya berawal dari curhat?
Tapi aku tak ingin hal yang sama terjadi pada kamu dan dia.

Saat aku menulis ini, aku harap semua pikiranku tentang kalian itu salah.

Maguwoharjo, 29 September 2015
No editing.

Senin, 08 Juni 2015

Kecewa. Gitu aja.


Tiap udah niat mau tidur lebih awal pasti jatuhnya malah gak bisa tidur. Banyak banget yang lagi dipikirin. Entah itu urusan kantor atau hal yang bersifat pribadi. Mulai dari urusan kantor. Ini hari pertama magang setelah OJT berakhir. Itu artinya udah genap empat bulan aku kerja—belajar kerja lebih tepatnya. Gak semenyenangkan yang aku bayangin. Para pegawainya sih ramah semua, udah nganggep kami keluarga. Tapi gak tau kenapa aku masih belum betah. Kayak ada yang ngganjel tapi gak tau apa. Alhasil aku kerjanya juga males-malesan dan kadang malah ngerasa gak ikhlas. 

Workshop kemarin rasanya kayak ditegur. Aku udah nyiapin semuanya dari jauh-jauh hari. Bukan karena rajin sih, tapi emang karena kebiasaan. Aku emang gak bisa ngerjain sesuatu mepet deadline. Jadi aku udah nyicil bikin laporan dari jauh-jauh hari dan berusaha semaksimal mungkin. Aku ngerjainnya cepet-cepet tuh gara-gara pengen cepet selesai semuanya. Gak tau kenapa, bosen aja. Dan… hasilnya pun mengejutkan. Nilaiku paling rendah di antara temen-temen lain—bahkan dari temen yang ngerjain laporannya H-1. Lebih rendah dari temen KPP lain yang bahkan cuma ngumpulin laporan doang dan gak pake workshop. Kecewa. Banget. Padahal laporanku tuh gak jelek-jelek banget kok. Jauh dari bagus sih, tapi kalo jelek banget ya menurutku sih enggak. Tau deh. Kalo aja nilai tuh ngaruh ke penempatan, siap-siap aja penempatan paling jauh. Gak cuma di antara temen-temen se-KPP, tapi temen-temen satu angkatan. Karena apa? Karena aku udah cek secara random laporan temen-temen dari KPP di Indonesia dan emang nilaiku yang paling jelek. -,-“

Selain masalah nilai, ada hal lain. Aku masih ngerasa asing di seksi tempatku sekarang. Udah lima minggu aku menetap di salah satu seksi, tapi masih ada aja yang belum tau namaku. Sedih. Bahkan andaikan aku penempatan hari ini, pasti gak ada yang bakal nyariin. Tiba-tiba ngilang, gitu aja. Dan entah ini cuma perasaanku atau beneran, aku ngerasa gak disukai di tempatku menetap sekarang. Iya sih, aku emang banyak salahnya kalo ngerjain sesuatu. Dan gak tau kenapa setiap kali aku berusaha buat ngerjain sesuatu dengan bener, pasti tetep ada aja masalahnya. Aku harus gimana coba? Eh iya, selain itu aku tuh satu seksi sama temenku yang emang orangnya baik banget, dan lembut gitu. Yah beda banget sama aku—yang dari suara aja gak ada lembut-lembutnya sama sekali. Alhasil, aku kayak kebanting gitu sama dia. Intinya, aku jadi keliatan tambah jelek bahkan jelek banget. Udah ngerasa asing, keliatan jelek pula. Harusnya sih aku bisa introspeksi. Tapi gak tau kenapa, rasanya udah badmood duluan tiap inget semuanya. Pengen cepet-cepet penempatan aja bawaannya.

Masalah kantor udah. Duh kalo masalah pribadi kayaknya terlalu malu-maluin buat dibahas di sini. Intinya sih aku kayaknya kurang bersyukur deh. Gak tau kenapa, aku kok kayak gak bisa nemuin celah buat bersyukur. Masih suka ngeluh, suka marah sama Allah, childish banget, ngerasa paling menyedihkan—atau apalah. Masih aja ada hal-hal sepele yang bikin aku kecewa. Misalnya, banyak hal yang udah aku usahain mati-matian tapi hasilnya jauh dari harapan. Bikin kesel dan capek… kayak sekarang.

Tulisan ini tanpa di-edit
Maguwoharjo, 08 Juni 2015

Minggu, 29 Maret 2015

Mari Bicara Rindu

Sudah lama ya? Masih ingatkah kamu?
Ah iya, aku baru ingat jika akulah yang lupa
Aku lupa bahwa aku tak cukup berharga untuk kamu ingat
Duh bicara apa aku ini?

Kamu, apa kabar? Mari bicara rindu.
Kujamin tak akan kembali lagi seperti rintik hujan yang jatuh ke laut,
Kemudian menguap, membebani awan, hanya untuk jatuh lagi

Hai kamu, sini kubisikkan rahasia tentang rindu
Tak akan kuulangi kesalahan yang sama dan dengan orang yang sama pula
Jangan tanya lagi
Jelas, aku tidak



Maguwoharjo, 29 Maret 2015