Aku tak pernah menyangka di dunia ini ada orang sepertimu. Kukira
aku adalah orang yang sangat beruntung
bisa bertemu denganmu. Ya, kau itu seperti memiliki magnet tersendiri bagi kaum
wanita. Medannya yang kuat, mampu menggetarkan hati kami. Haha, kata-kata yang
klise. Tapi ada hal yang membuatku tak habis pikir, kau baru saja didepak? Dengan
segala karisma dan hal istimewa yang kau punya, ternyata masih ada wanita yang
melihat celahmu. Ngomong-ngomong, bukankah setiap manusia punya celah? Lalu beberapa
kali aku mengerutkan dahi dan berpikir, terlalu besarkah celahmu?
Bukan aku namanya jika tak ingin tahu. Aku sudah macam
detektif saja, gali informasi sana-sini. Kamu, lebih tepatnya sifatmu, seperti
kasus yang harus kupecahkan. Rumit. Satu kata yang menggambarkanmu. Entah karena
memang rumit, atau aku saja yang masih terlalu polos untuk terjun ke dalam
pencarian identitas seperti ini.
Seperempat windu sudah aku dalam posisi yang sama. Tak beranjak
sedikit pun, tak mundur apalagi maju. Stagnan saja sudah membuatku bersyukur. Dengan
keterampilan menyesuaikan diri yang kumiliki, aku mampu bertahan dalam semua
kondisi. Terlebih ketika aku selalu ada tetapi kau tak pernah ada. Aku selalu
berpikir kau mungkin sibuk, alih-alih menganggapmu egois. Cukup masuk akal,
kan?
Tak sedikit pun dari sifatmu yang membuatku goyah, kecuali
yang terakhir ini. Boleh aku ulangi pembahasan klise tentang magnet di awal
tadi? Supaya aku dan kamu ingat. Magnetmu kuat, bahkan terlalu kuat. Sayangnya kau
menggunakannya dengan cara yang tidak tepat. Kau berpikir akan menarik
semuanya, maksudku semua wanita yang menganggapmu dekat?
Entah wanita yang mendepakmu itu yang benar, atau perasaanku
yang keliru. Kau sempurna memang, jika dilihat dari jauh. Harusnya aku paham
yang seperti ini. Sudah terlalu lama aku lupa kalau kamu manusia biasa. Aku bodoh?
Tapi bukankah semua orang mendadak tolol ketika jatuh cinta?
Dia
Aku tak ingin membahas wanita yang kusebutkan di awal tadi,
karena jujur aku bahkan tak mengenalnya. Yang ingin kubahas hanyalah ‘dia’. Anggap
saja si dia ini adalah orang yang hampir sama denganku—meskipun dalam kasus ini
aku tak ingin disamakan dengan siapa pun. Mengenalmu tak cukup beribu hari,
tetapi mendekatimu cukup dengan hitungan minggu. Aku tak menyalahkan siapa pun
dalam hal ini, jika bukan aku yang kena dampaknya.
Lagi-lagi masalah magnet. Sayang sekali hal klise itu harus
beberapa kali disebut di sini. Ya, dia salah satu yang kau tarik ke dalam
medanmu. Rasanya? Bahagia memang. Siapa sih yang tak bahagia bisa kau tarik
dalam dekapanmu hah? Ah, berat mengatakan bahwa kau memang menawan dalam segala
hal.
Apa hubungannya denganku? Sebelum hari itu tiba, memang tidak
ada yang tahu. Tapi benar saja, ketakutanku akan posisiku yang tidak akan
stagnan lagi tiba-tiba terjadi. Aku mendapat sebuah salam manis khas orang
jatuh cinta darinya. Sayang, aku sama sekali tak mengharapkannya. Dia mencintaimu,
akunya. Wanita yang baru kau kenal kemarin sore merasakan itu. Dia dengan
senang hati membeberkannya padaku, meminta nasehat dan pendapatku, tanpa dia
tahu satu hal.
Aku
Aku tak bisa apa-apa kecuali satu, hatiku sesak. Tapi demi
apa aku tetap bisa berpura-pura? Kepura-puraan yang sungguh menggelikan.
Aku tak bisa menyesalinya. Aku sampai lupa apa yang harus
kukatakan padamu, pada wanita itu, pada dunia, agar berhenti setidaknya untuk
menganggapku tak memiliki perasaan. Ini salah bibirku yang selalu terkatup. Kata-kata
ini ada dalam siklus tanpa henti seperti ini: kupendam-kugali-kusiapkan-kupendam
lagi-dan seterusnya. Kata-kata ini… selalu hilang setelah kusiapkan. Entah.
Terlalu banyak yang kau tau tentang aku, tapi tidak untuk
dia. Dan ini adalah masalah terbesar antara kau, dia, dan aku. Dia tak mencoba
mengenalku. Sayang sekali. Andaikan dia berusaha mengenalku sedikit saja, maka
dia akan tau betapa aku telah berada dan mungkin telah menyatu dalam medan
magnetmu karena sudah terlalu lama.
Ah, ini hanya obrolan ‘ringan’ menanti senja.
15:54 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar